Meningkatkan Kemampuan Literasi Siswa Melalui Pembelajaran Matematika

- 30 Desember 2022, 09:13 WIB
Dekriati Ate, S.si.,M.Pd Mahasiswa Doktoral Pendidikan Matematika UPI, Penerima Beasiswa LPDP tahun 2022
Dekriati Ate, S.si.,M.Pd Mahasiswa Doktoral Pendidikan Matematika UPI, Penerima Beasiswa LPDP tahun 2022 /Yanto Tena/Selayar Post

SELAYAR POST - Salah satu dari empat pokok kebijakan pendidikan merdeka belajar yang digagas oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim adalah asesmen kompetensi minimum dan survei karakter yang merupakan pengganti dari ujian nasional.

Kompetensi yang diuji adalah kompetensi bernalar menggunakan bahasa (literasi) dan matematika (numerasi). Salah satu tes yang menguji kemampuan literasi numerasi adalah PISA.

PISA adalah studi penilaian tingkat internasional untuk mengevaluasi sistem pendidikan di dunia dengan mengukur performa akademik pelajar sekolah berusia 15 tahun pada bidang matematika, sains, dan kemampuan membaca.

Hasil PISA pada bidang matematika tahun 2012 menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 65 negara peserta dengan skor 375; pada tahun 2015, Indonesia berada di peringkat 63 dari 70 negara dengan skor 386; pada tahun 2018, Indonesia berada di peringkat ke-73 dari 79 negara dengan skor 379.

Hasil tes PISA menunjukkan bahwa siswa di Indonesia hampir berada di urutan terakhir. Hal ini berarti bahwa mutu pendidikan di Indonesia rendah dan masih diperjuangkan peningkatan kualitasnya.

Selanjutnya, data survei sosial dan ekonomi nasional yang dilakukan oleh BPS menunjukkan bahwa terjadi peningkatan persentase penduduk di Nusa Tenggara Timur yang berumur 15 tahun ke atas dan melek huruf.

Pada tahun 2021 sebesar 93,85% dan pada tahun 2022 meningkat menjadi 94,63%. Dari data tersebut, secara umum dapat dikatakan bahwa kemampuan literasi siswa di NTT masih rendah.

Pulau Sumba merupakan salah satu pulau yang berada di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terbagi atas 4 (empat) Kabupaten yakni, Kabupaten Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya.

Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 tahun 2020 Pulau Sumba merupakan salah satu pulau yang berada di daerah tertinggal, terluar, terdepan (3T), dan merupakan pulau yang sektor pendidikannya masih sangat kurang.

Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa pada tahun 2019, salah satu dari enam Kabupaten dengan jumlah penduduk miskin tertinggi adalah kabupaten Sumba Barat Daya.

Salah satu faktor yang menyebabkan kemiskinan adalah kemampuan literasi yang rendah.

Oleh karena itu, ada beberapa hal yang bisa dilakukan agar kemampuan literasi menjadi lebih baik yakni menumbuhkan kesadaran pentingnya membaca, mengoptimalkan perpustakaan menjadi gudang buku, menambah koleksi buku bacaan yang disukai siswa, memperbaiki tatanan perpustakaan agar lebih nyaman dan menarik dikunjungi oleh anak-anak, membentuk komunitas baca, membaca 10 menit sebelum KBM.

Selain itu, solusi lainnya adalah kualitas pembelajaran di kelas harus diperbaiki.

Untuk itu, STKIP Weetebula (sejak Oktober 2022 berubah menjadi UNIKA Weetebula) telah bekerja sama dengan Lembaga Penelitian Matematika Didaktik e. V. (Yayasan Institute Penelitian Didaktik Matematika) di Osnabrueck, Jerman (Kaune et. al., 2011 dan 2012).

Tujuan khusus lembaga ini adalah memperbaiki kualitas pembelajaran melalui matematika karena matematika merupakan “entrance door“ untuk mata pelajaran lain.

Sejak tahun 2012 proyek pembelajaran dimulai di SMPK St. Aloysius Weetebula pada kelas 7 dan para siswa diajar oleh mahasiswa Unika Weetebula yang telah dididik secara khusus oleh Ilmuwan dari Eropa.

Setiap tingkat kelas, terdapat satu kelas yang diajarkan dengan menggunakan konsep didaktis dan metode yang baru yang dikenal dengan metakognitif-diskursif.

Metakognitif adalah aktivitas yang terjadi selama proses pembelajaran dimana guru dan siswa harus belajar membuat perencanaan atas sebuah jawaban, mengontrol setiap pernyataan dan jawaban baik dari diri sendiri maupun orang lain, dan merefleksikan serta mengevalusi pemecahan masalah.

Selain itu, penting bahwa partisipan dalam percakapan di kelas membuat kontribusinya dapat dimengerti oleh orang lain dan dengan demikian memudahkan orang lain untuk turut serta dalam kontribusinya secara tepat.

Perilaku seperti ini disebut dengan diskursif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan metakognitif dan diskursif memainkan peran penting sebagai indikator yang dapat mengubah dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Akibatnya, kemampuan literasi siswa menjadi lebih baik.*** (Artikel ini ditulis oleh Dekriati Ate, S.si.,M.Pd Mahasiswa Doktoral Pendidikan Matematika UPI, Penerima Beasiswa LPDP tahun 2022)

Editor: Yanto Tena


Tags

Terkait

Terkini

x